Rabu, 27 Maret 2013

Resensi Novel - Sepatu Dahlan


Sepasang Sepatu Bekas
Untuk Kaki yang Melepuh




1.      Identitas Buku
Judul Buku     : Sepatu Dahlan
Penulis                        : Khrisna Pabichara
Penerbit         : Noura Books
Cetakan          : Pertama, Mei 2012
Tebal               : 369 halaman
2.      Kepengarangan
Sepatu Dahlan merupakan bukupertama dari trilogi yang ditulis oleh Khrisna Pabichara. Beliau adalah seorang penulis prosa dan sudah menghasilkan 13 buku. Meski demikian, beliau sangat serius dalam mengerjakan novel ini sampai-sampai mendatangi kota-kota yang pernah ditinggali Dahlan Iskan sebagai tokoh utamanya dalam novel ini.
3.      Tujuan Resensi (tujuan penulis)
Novel ini menggambarkan dengan cukup detai bagaimana masa kecil seorang Dahlan Iskan yang kini menduduki jabatan menteri BUMN di Indonesia. Semasa kecil, Dahlan Iskan hidup dalam kemiskinan dengan mimpi sederhananya yaitu “sepatu”. Sebuah mimpi yang sederhana, namun sulit untuk didapatkan karena keterbatasan ekonomi, untuk makan saja kesulitan. Namun demi “mimpi” kita memang harus berjuang.
4.      Tujuan Resensator (tujuan peresensi)
Novel ini merupakan novel yang menarik dan banyak mengandung nilai-nilai kehidupan. Kisah tentang  perjuangan seorang anak miskin dalam menggapai mimpi sederhananya menyimpan banyak motivasi yang tersirat, terutama “kemiskinan bukanlah akhir dari segalanya.” membuat kita terus bersyukur akan segala yang telah diberi Tuhan dan tentang sikap pantang menyerah dalam menggapai mimpi.
5.      Sinopsis
Kisah ini berawal dari sebuah desa kecil di Magetan, Kebon Dalem. Sebuah kampung kecil diantara perkebunan tebu yang mayoritas penduduknya hidup kekurangan. Tidak ada listrik ataupun fasilitas lainnya. Saat malam datang rumah-rumah itu hanya berhias lampu teplok. Makanan keseharian mereka Hanyalah Tiwul, karena hanya itu yang mampu mereka beli. Mayoritas pekerjaan mereka adalah nyabit, nguli, dan ngangon, dan itu pula yang dilakukan oleh seorang anak laki-laki bernama Dahlan.
Meski keadaannya demikian tak menyurutkan niat Dahlan bersekolah di SR walau tanpa sepatu yang membuat kakinya lecet hingga melepuh terutama saat musim kemarau. Dan semakin melepuh saat Ia memasuki jenjang Tsanawiyah yang setara dengan SMP, karena jaraknya dua kali lipat dibanding ketika SR. Sejujurnya, Dahlan sangat ingin mempunyai sepatu, tapi jangankan untuk membeli sepatu, untuk makan pun terkadang tak ada.
Tak jarang Dahlan sarapan hanya dengan segelas teh. Begitu pula ayah dan adiknya, jika lapar sudah melilit perut mereka dan tak ada makanan sama sekali, mereka suka mengikatkan sarung di perutnya untuk menahan lapar.
Suatu ketika Ibunya Dahlan masuk rumah sakit. Saat itu benar-benar saat terberat bagi Dahlan, tak ada makanan di rumah, dan Zain terus meronta kelaparan. Dahlan mencoba mencuri tebu, dan sayangnya ketahuan oleh mandor Komar, Ia pun mendapat hukuman. Sejak saat itu Ia tak berani mencuri lagi.
Keadaan semakin berat saat Ibunya tak kunjung sembuh, hingga akhirnya meninggal. Semakin pupus sudah harapan Dahlan untuk memiliki sepasang sepatu. Tapi Ia tak menyerah, Ia masih memiliki Bapak. Bapak, laki-laki yang keras dan disiplin namun sangat Dahlan sayangi. Ia akhirnya berjuang keras demi Bapak, demi senyum yang tak pernah Bapak lontarkan lagi semenjak kematian Ibunya. Prestasi Dahlan di sekolahnya, yaitu Pesantren Takeran semakin meningkat, Ia menjadi kapten bola Voli di sekolahnya, dan Ia terpilih menjadi pengurus Ikatan Santri Pesantren Takeran, ini membuat Bapak bangga dan tersenyum.
Suatu ketika, diadakan pertandingan Voli se-Kabupaten Magelang. Dahlan berjuang keras agar timnya dapat menang. Latihan yang sangat melelahkan di sela-sela pekerjaan yang tak ada habisnya. Dan itu terbayar kontan dengan kemenangan Timnya. Semenjak itu Dahlan dipercaya sebagai pelatih Tim Voli anak-anak dari pegawai Pabrik Gula Gorang-Gareng. Dengan pekejaan ini hidup Dahlan mulai meningkat, Ia bisa dekat dengan gadis bermata indah, Aisha. Dan yang terpenting upah dari hasil melatih Voli yang Ia kumpulkan akhirnya dapat mewujudkan mimpi sederhananya “sepatu dan sepeda”.
6.      Isi Buku
·        Kelebihan
Kelebihan buku ini terdapat pada gaya bahasanya yang sederhana, tidak bebelit-belit sehingga mudah dimengerti. Beberapa kutipan percakapan juga diselipi dengan kata-kata dari bahasa Jawa namun tidak menyulitkan pembaca dan tetap mudah dimengerti.
·        Kekurangan
Kekurangan buku ini terdapat pada penggunaan alur. Penulis menggunakan alur maju di setiap babnya, namun alur antar bab tidak menentu (maju-mundur) ada yang tidak tidak berkesinambungan. Seperti pada bab kelima sampai bab ketujuh, yang berturut-turut berjudul “Berhenti Merawat Luka”, “Riwayat Sumur Tua”, dan “Senyum Ibu”. Bab kelima dan ketujuh menceritakan tentang keadaan keluarganya namun pada bab keenam menceritakan tentang sejarah yang tidak ada hubungannya sama sekali, hal ini bisa saja dapat membingungkan pembaca.
7.      Nilai Buku (kesimpulan dan saran)
Buku ini cocok untuk dibaca oleh kalangan remaja hingga orang tua. Isinya sederhana dan penuh motivasi. Motivasi untuk berjuang mewujudkan mimpi-mimpi walau di atas segala keterbatasan dan juga bersyukur pada Tuhan atas segala nikmat-Nya.

1 comments:

hasna mengatakan...

:m:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar